Senin, 13 September 2010

Nyekar di makam Puri, Pati

Masih dalam suasana lebaran ini, tak akan pernah terlupa hangatnya tali silaturahim, nikmatnya ketupat+opor, dan segenap rangkaiannya.
Sebelum terlupa dan mumpung ada kesempatan, sedikit akan bercerita tentang agenda lebaran tahun ini.
Pada hari H lebaran, setelah acara makan2, tiba2 sebeh bilang, kepengen nyekar (ziarah kubur) ke makam eyang yang ada di Pati.
Menurut beliau, di Pati terdapat makam sodara2nya sebeh dari keturunan ibunya.
Jadi dalam satu makam itu ada beberapa kuburan kerabat kami, seperti omnya sebehku, trus kakek-neneknya dari garis ibunya sebeh..(rumit banget njelasinnya).
Wes, pokoknya gitulah.

Tidak lama setelah Lebaran, tepatnya H+3, kami sekeluarga berangkat ke kota Pati.
Sempat terpikir jalanan bakal macet, tapi alhamdulillah jalanan lancar.
Setelah 2,5 jam perjalanan, sampailah kita di kota Pati.
Begitu masuk kota, langsung menuju ke pemakaman Puri Mardi Utomo.
Letaknya tidak jauh dari pusat kota Pati.

Setelah sampai di sana, kondisinya tidak seramai di kuburan bergota, Semarang.
Di depan makam, kita akan disambut gerbang yang besar warnanya ijo, yang bentuknya kaya gerbang keraton.
Di atas gerbang itu ada tulisan yg ditorehkan di atas marmer yang bunyinya: "POERI MARDI OETOMO, JUNI 1929."
Wah, makamnya udah berdiri sejak lama.
Pemakaman ini suasananya sepi, karena yg dikuburkan di sini bukan sembarang orang.
Komplek pemakaman ini berisi jenazah para pembesar2 Pati jaman dulu, seperti keluarga residen, keluarga bupati, keluarga wedana, dll.

Bukan pertama kali ini aku ke makam ini.
16 tahun yang lalu pas masih SD, aku inget pernah ke sini.
Nganterin pemakamannya eyang Pratikno, omnya sebehku.
Tapi, yang dimakamkan bukan jenazahnya, tapi abunya, iya abu bekas pembakaran jenazah almarhum.
Jadi, dulu eyang Pratikno berwasiat kalau dia meninggal, supaya dimakamkan di Pati, dan supaya tidak repot, jenazahnya minta dibakar saja.
Nah, jadi makam tujuan keluarga kami itu hanya berisi abu.
Di sebelah makam eyang Pratikno, terdapat makam pendahulu2 beliau sebanyak 4 makam, yang bernaung di bawah satu atap.
Angka tahunnya tua2, ada yang meninggal tahun 1945, kata sebehku meninggal karena berjuang, namun tidak pernah dicatat sebagai pahlawan.
Nah, yang lebih unik lagi, dalam satu-atap makam2 itu, ada ubin marmer yang diukir kalimat berbahasa Jawa.
Tulisannya udah g begitu jelas: "bla..bla...bla..Nunggal Kamuksan".
Yang artinya kurang lebih: "Para pendahulu jenazah2 ini meninggal dengan cara muksa".
Muksa adalah cara meninggal orang2 sakti jaman dulu, yakni dengan menghilang dengan jasadnya sekaligus untuk menyatu dengan alam, menuju akhirat.
Hiiy...keluarga yg aneh..

Yups, sudah dari makam eyang Prat, yang kebetulan letaknya tidak jauh dari gerbang, sebeh mengajak kami untuk masuk lebih ke dalam.
Ternyata dia pengen mencari makam eyang buyutnya.
Setelah beberapa lama, makam kuno itu ketemu.
Sebenarnya patokannya mudah, yakni pohon randu, tapi pohonnya udah tinggal separo, jadi agak susah nyarinya.
Makam kuno itu emang bener2 kuno, karena keliatannya terbuat dari batu candi dan udah setengah berantakan.
Ada 4 makam berjajaran, dan setelah ditanyakan ke juru kunci, makam itu adalah makam Residen Pati, nenek moyangku.ckckck..ajib bener.


Nah itu tadi, wisata ke makam yg aku golongkan ke wisata religi.
Jasmerah..Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
Sebagai manusia nusantara, kita harus tahu silsilah keluarga kita, para pendahulu kita.
Supaya kita dapat menghargai para almarhum, menghargai diri sendiri, dan menghadiri kehidupan..

Salam....

Tidak ada komentar: